Sederhana

on Rabu, 14 November 2012
Kakek tua itu bergeming. Tidak ada yang lebih indah baginya, pagi hari ditemani kicauan parkit-parkit kesayangan, channel radio yang pagi hari ini masih setia memutar lagu bengawan solo, lagu favoritnya sepanjang masa, dan juga segelas kopi panas yang mengepul di sampingnya. Didengarnya suara kemeresak tanah di depan rumahnya, yang berada di pertigaan jalan besar di daerah selatan kota, tanda bahwa istrinya sedang menyapu. Rutinitas pagi hari. Seperti biasa. Rutin.

Nenek tua itu terus bergerak gesit. Hap hap, srek srek. Dalam 15 menit, seluruh halaman rumah yang berukuran cukup luas sudah bersih dari daun, yang banyak berguguran karena angin kencang tadi malam. Nenek selalu suka melakukan kegiatan paginya. Bangun, bersujud sholat, memasak air, mandi, menyiapkan kopi, menyapu halaman dan rumah, dan tentu saja, bercengkerama dengan kakek. Mendengarkan dan membahas kisah jaman muda mereka, yang entah untuk episode ke berapa terus diputar. Seperti biasa. Rutin.

Selesai menyapu, nenek mendekati kakek, melihat kopi yang belum disentuh sama sekali. Kakek sedang manja. Nenek meletakkan tongkatnya, mengambil cangkir itu, meletakkannya dalam genggaman kakek, hingga tersungginglah senyum di wajah tuanya. Kakek pun minum kopi dengan nikmat.

Hal-hal rutin itu dilakukan setiap hari, setidaknya sejak 15 tahun yang lalu. Hal rutin yang indah,hal indah yang rutin. Tidak ada yang tidak istimewa dari kisah setiap orang. Si kakek adalah seorang buta, si nenek adalah seorang yang tidak punya 2 kaki asli. Bahagia itu sederhana, se-sederhana hati semua orang untuk mensyukuri bahwa bahagia itu ada dan nyata.

0 comment:

Posting Komentar

speak up! ;)