8.58, malam makin larut, terpikirkan beberapa tugas yang menanti ketika sampai rumah nanti. Fiuh. Mobil justru menepi. Ternyata papa mampir ke sebuah minimarket, membeli roti untuk nenek sahur esok pagi. Kami menunggu dalam keheningan di mobil, mengamati jalan godean yang semakin ramai. Mengamati SPBU di seberang, toko roti di depan mata, jalan yang masih ramai.
"Gimana ya kalo roti-roti dan kue tart itu gag habis kejual?"
Adik saya tiba-tiba nyeletuk. Saya memandang ke depan, 20 meter di depan kami ada sebuah toko roti yang masih terang benderang, padalah waktu hampir menunjukkan pukul 9 malam. Masih banyak roti yang belum terjual sepertinya. Padahal, roti kan bukan bahan yang tahan lama, apalagi toko itu bukanlah toko roti ecek-ecek yang menjual barang sembarangan. Saya pun pernah 'kepepet' membeli kue tart disana, untuk sahabat saya, jam9 malam, dan masih ada beberapa persediaan roti tart.
"Mungkin dijual lagi, dijadikan roti kering yang tahan lama"
"Mungkin dikasih ke pegawainya nanti"
"Wah enak dong, jadi pegawai di toko roti, bisa bawa makanan tiap hari"
Percakapan berlanjut, saya termangu. Sesekali menimpali. Menatap SPBU di seberang jalan.
Orang-orang disana, di tepi jalan yang sering kita lewati, di tempat-tempat yang sering kita temui, do they love their 'job'? Di toko roti itu, yang setiap hari mencium harumnya bau roti, yang mungkin setiap hari membawa roti yang tidak terjual, yang deg-deg an bila hari ini toko mereka sepi. Di SPBU, mbak dan mas yang tersenyum pada kita. "Beli berapa? Ini dari angka nol ya. Terimakasih". Kadang dengan senyuman yang kita lihat sekilas itu tulus, kadang dengan wajah lelah dan mengucapkan itu sebagai formalitas. Do they?
Saya pengen banget baca buku, your job is not your career. Keknya bagus. Ada yang punya gag? hehe ^^v. Kadang job tidak sesuai dengan passion kita, kadang segala keterbatasan membuat pemenuhan perut lebih penting dari sekedar 'pemenuhan hati'.