Dilihat dari sampulnya sekilas, buku ini kayak buku-buku perjuangan. Kesannya heroik. Dengan gambar motor di depannya, seolah ingin mengatakan bahwa motor menjadi bagian penting dari buku ini. Memang, Ahmad Yunus, sang penulis, telah 'meraba' sebagian besar Indonesia menggunakan motor itu.
Ahmad Yunus adalah seorang jurnalis. Bersama Farid Gaban, seniornya, ia 'meraba' Indonesia selama setahun melalui ekspedisi Zamrud Khatulistiwa. Membaca buku ini seperti makan sambal, kata Andy F. Noya. Pedas, tapi membuat ketagihan. Pedas ketika mengetahui apa sih yang saya tahu tentang Indonesia? Sebagai anak yang seumur hidup tinggal di Jogja, sebuah kota yang besar di tanah Jawa, pengetahuan saya tentang ke-Indonesia-an yang lain terbatas hanya pada pelajaran geografi zaman SD dulu. Bahwa provinsi di Indonesia ada 33. Bahwa Indonesia tersebar dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote *bahkan ini saya tau dari jingle sebuah makanan instan ^^v*. Tanah kelahiran orangtua saya pun di Kalimantan sana, saya sangat sedikit mengetahuinya. Pedas yang pertama, saya tidak tahu apa-apa *atau belum lebih tepatnya?* tentang negara saya selama 20 tahun ini.
Kehidupan rakyat 'biasa' di seantero Indonesia diobservasi oleh Yunus hingga menjadi pelajaran 'luar biasa' bagi kita. Tentang bajak laut berseragam *bisa tebak siapa?* yang membajak daerah perairan Malaka, memaksa petani-petani untuk membayar atas setiap sayur yang dibawa mereka melalui daerah tersebut. Ya, itu polisi perairan RI. Tentang perkebunan sawit yang saya kira sebelumnya merupakan salah satu sumber devisa yang cukup besar, ternyata efek merusak lingkungannya jauh sangat lebih besar sekali. Tentang kota-kota yang memiliki peran besar saat awal pendirian negara ini, tetapi sekarang gaungnya telah kalah dibandingkan dengan kota metropolitan, bahkan sulit ditemukan nostalgi yang terawat di kota tersebut, misalnya Bukittinggi yang telah melahirkan pemikir bangsa seperti Tan Malaka, Sutan Sjahrir, dan tentu saja Mohammad Hatta.
Masalah transportasi darat dan air adalah masalah klasik di Kalimantan, begitu juga dengan kebakaran hutannya. Masalah air ini sering sekali saya rasakan ketika mudik. Bagaimana bisa pulau yang disebut dengan pulau seribu sungai bisa kesulitan air untuk warganya? Bagaimana pengelolaan sumber daya air sebenarnya? Untuk mandi, minum, kadang orang disana harus membeli air yang dijual keliling. Padahal, mayoritas rumah penduduk kalimantan berada di atas perairan. Ya, perairan yang tidak dijaga kebersihannya sih. Pedas.
Saya paling pedas ketika Yunus menemui saudara-saudara kita di perbatasan, baik yang di pulau Sumatera, Kalimantan, Miangas, maupun Irian Jaya. Kontradiksi terjadi, papan bertuliskan "Bahasa Indonesia adalah Bahasa Persatuan","Indonesia Tanah Airku","Aku Cinta Indonesia" yang berwarna merah putih, dipasang di perbatasan, bersanding dengan kenyataan bahwa mereka menggunakan ringgit dalam kehidupan sehari-hari, bahwa mereka membeli kebutuhan hidupnya justru di negeri sebelah karena lebih murah. Tetapi toh, mereka mengaku tetaplah bangga dan memilih menjadi Indonesia. Pedas sekali.
Indahnya Indonesia juga terangkum di sini. Berbagai foto yang menunjukkan eksotisme Indonesia, baik darat maupun lautan, terpampang pula di buku ini. Membuat yang membacanya ingin 'meraba' Indonesia lebih dekat. Semoga suatu saat bisa melihat lebih dekat berbagai bagian Indonesia, gag cuma buat 'liburan' ^^v
Mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mencintai rakyatnya. Perjalanan ini adalah upaya saya untuk bisa mengenal manusia Indonesia lebih rekat, lebih dekat
- Ahmad Yunus
0 comment:
Posting Komentar
speak up! ;)