"Allah itu gag adil! Umam yang anak nakal, umam yang bandel, bisa ketemu lagi sama ummi-nya. Sedangkan Delisa, yang udah jadi anak baik, yang sabar, yang gag pernah tanya ummi kemana, kenapa gag bisa ketemu ummi lagi? Kenapa yang pulang ummi-nya Umam? Allah gag adil!"
-Hafalan Sholat Delisa
Petikan ucapan Delisa di atas adalah salah satu bagian paling menyentuh dari novel "Hafalan Sholat Delisa", yang sekarang filmnya lagi diputer tuh. Yah, walaupun filmnya gag sebagus novelnya *seperti biasanya novel yang difilmkan*, tapi ceritanya yang memang kuat membuat saya dan teman-teman mengeluarkan beberapa lembar tisu, haha :D
Kembali ke ucapannya Delisa itu. Jadi, ceritanya kan Delisa kehilangan ummi-nya dalam bencana tsunami Aceh 2004. Umam, teman delisa yang bandel, nakal, bertemu lagi dengan ummi-nya dalam keadaan selamat. Sedangkan ummi Delisa, tetap tidak ditemukan. Padahal Delisa sudah bersabar, tak apa kehilangan sebelah kakinya, tak apa kehilangan ketiga kakaknya, tak apa kehilangan sahabatnya si Tiur, tetapi apakah tidak bisa bertemu kembali dengan ummi? Delisa rasa Allah tidak adil, sampai dia sadar bahwa alam seisinya berteman dengannya..
Oia, bicara tentang 'adil', jadi inget petuah *cerita dink hehe* sahabat saya, waktu lagi makan di kantin. Dia cerita tentang Nabi Musa. Mungkin dah pernah ada yang denger nih, tapi biar pada inget lagi hehe :P
Nabi Musa pernah bertanya kepada Allah, apakah keadilan itu? Karena di zamannya, Nabi Musa melihat banyak ketidakadilan yang terjadi di kaumnya. Akhirnya, Allah pun setuju untuk memperlihatkan kepada Nabi Musa 'secuil' dari tanda keadilannya. Diperintahkan-Nya Nabi Musa pergi ke tepi sungai Nil dan menunggu tanda keadilan Allah tersebut.
Keesokan harinya, Nabi Musa pun pergi ke tepi sungai Nil, duduk di bawah pohon sambil bertanya-tanya dalam hati, tanda macam apakah yang akan diperlihatkan Allah sehingga Nabi Musa semakin yakin akan keadilan yang dibuat-Nya? Lama menunggu, tak terjadi apa pun. Akhirnya, menjelang siang, datanglah seorang ksatria membawa karung, berisi koin-koin emas, yang kemudian disembunyikan oleh ksatria tersebut di balik sebuah pohon, entah untuk apa. Ksatria tersebut kemudian pergi, dan Nabi Musa tetap berdiam diri di balik pohon, menunggu apa yang akan terjadi kemudian.
Tak berapa lama kemudian, datang seorang anak kecil. Setelah sampai di tepi sungai, anak tersebut melihat ada yang aneh di balik pohon. Ternyata karung berisi koin emas. Dan si anak pun tanpa pikir panjang langsung membawa karung tersebut. Nabi Musa melihat hal tersebut, dan tetap diam untuk menyimpulkan keadilan macam apa yang akan dilihatnya.
Lama tak terjadi apa pun, sore hari akhirnya datang seorang tua, buta, berjalan tertatih untuk minum di sungai tersebut. Sedang mnikmati minumnya, ksatria datang kembali untuk mengambil karungnya. Namun, apalah daya karung emas tersebut sudah raib. Hanya dilihatnya seorang tua di tepi sungai tersebut. Kalap karena karung emasnya hilang, ksatria pun langsung bertanya pada kakek tersebut. Sungguh, si kakek tidak melihat, Tetapi ksatria yang telah dibutakan oleh harta tidak dapat berpikir jernih lagi dan menganggap si kakek telah mencurinya, menyembunyikan karung tersebut di suatu tempat. Akhirnya, ksatria pun membunuh kakek tersebut dan kembali tanpa menemukan emasnya.
Nabi Musa yang mengamati sejak awal semakin heran, manakah tanda keadilan itu?
Sungguh, Allah Maha Adil. Begitu besar keadilan-Nya, sehingga sering kita tak kuasa untuk menalar adil-Nya..
Di balik itu semua, ada cerita lain. Anak tersebut adalah seorang anak yatim yang miskin. Ayahnya meninggal karena dibunuh oleh kakek buta tersebut. Sedangkan dahulu ayahnya bekerja pada si ksatria selama hidupnya. Namun gaji sebelum kemudian meninggal belum dibayar oleh ksatria tersebut.
Hutang uang dibayar uang, hutang nyawa dibayar nyawa..
Sungguh, Allah Maha Adil. Begitu besar keadilan-Nya, sehingga sering kita tak kuasa untuk menalar adil-Nya..
2 comment:
makin mantap pula kualitasmu de
heee, amin amin..
didikannya sapa duluuu *bukan mas itheng sih, haha piss ^^v
Posting Komentar
speak up! ;)