Don't you know that various parts of pharmacy are sexy? Haha. Fyi, two of the 2012 nobel prizes gone to medical related field. The researches were about GPCR and stem cell. Also, they could be pharmacy field, not only the doctor :)
Blah, saya belum bisa tahan nulis pake bahasa Inggris untuk hal-hal kayak gini haha.
Ceritanya minggu ini dapet kuliah tentang bidang yang menurut saya so wow, farmakogenomik. Yang pertama diceritain Prof. Sismindari kemaren Selasa waktu kuliah Teknologi Gen Farmasetika, yang kedua tadi siang bersama Prof. Tan De Boer dari Utrecht University, kuliah tamu. Alhamdulillah banget sebelum dapet kuliah dari Prof. Tan de Boer, udah pernah dapet dari Prof. Sis, jadi gag terlalu odong juga dengerin kuliah tamu tadi, apalagi pake bahasa Inggris :p
Jadi, apa itu farmakogenomik? Farmakogenomik adalah bidang yang mempelajari interaksi obat dengan tubuh pada level gen. Nah lho, maksudnya? Kita tahu makhluk hidup terdiri atas sel, di dalam sel ada inti sel, di dalam inti sel ada kromosom, kromosom merupakan untaian DNA, di dalam DNA terdapat gen. Gen inilah yang menjadi microchip identitas makhluk hidup, termasuk manusia. Gen akan menghasilkan protein-protein yang mengatur berbagai sistem dalam tubuh makhluk hidup. Makhluk hidup tanpa gen adalah mati, makhluk hidup yang fungsi gennya terganggu adalah sakit. Sederhananya begitu. Cmiiw.
Apa hubungannya gen dan obat? Terutama adalah saat metabolisme obat dalam tubuh. Obat dan racun itu beda tipis, yang membedakan adalah dosisnya (Paracelsus). Oleh karena obat sebenarnya adalah racun, obat harus dibuang dari tubuh. Terdapat berbagai enzim dalam tubuh yang berguna untuk membuang obat dari dalam tubuh setelah selesai efeknya. Gen lah yang 'membuat' enzim-enzim tersebut. Misalnya, ada enzim yang namanya sitokrom p450 yang terdapat di dalam hati. Enzim ini akan mengubah obat menjadi bentuk yang tidak aktif dan membantunya keluar dari dalam tubuh. Kalau terjadi kelainan pada gen yang seharusnya membuat enzim sitokrom p450, maka kadar enzim bisa naik atau turun. Jika naik, berarti obat semakin cepat tidak aktif dan tidak akan berefek pada tubuh, sehingga pasien seharusnya diberi dosis obat yang lebih besar. Sedangkan jika jumlah enzim turun, maka jumlah obat yang aktif tinggi dan justru dapat memberikan efek toksik pada tubuh. Ini penjelasan versi awamnya hehe.
Tadi ada contoh kasus, ada penelitian mengenai kematian bayi akibat ASI. Bukan ASI murni yang beracun, ternyata di dalam ASI ada morfinnya. Tahu morfin? Itu adalah obat penghilang nyeri (analgesik) yang sering disalahgunakan jadi narkoba. Lho kok bisa ada morfin di dalam ASI? Ternyata si Ibu diberi obat kodein untuk menghilangkan rasa sakit setelah melahirkan. Nah di dalam tubuh, kodein ini akan dimetabolisme menjadi morfin oleh enzim sitokrom p450. Ternyata, gen si Ibu mengalami kelainan/mutasi sehingga jumlah sitokrom p450 berlebihan dan morfin yang dihasilkan dari kodein juga berlebihan, masuk ke ASI dan bayinya. Hal ini bukanlah hal yang sangat jarang terjadi ternyata, karena sekitar 2% manusia mengalami kelainan ini. Wow ._."
Pengembangan bidang ini 'nantinya' adalah pemberian obat dan dosisnya pada setiap orang tergantung dari jenis gen apa yang ia miliki. You will have your personalized medication, and it will improve people's health. Walaupun baik ilmu maupun implementasinya masih ngawang-ngawang di langit luas, semoga terus berkembang :)