Manipulasi di sekeliling kita

on Sabtu, 22 Oktober 2016

Jarang-jarang saya menulis topik seperti ini, psikologi. Selama beberapa saat terakhir, saya makin tersadar bahwa orang itu sangat beragam. Melalui beberapa cerita dan pengalaman saya sendiri, saya baru menyadari bahwa ada orang dengan tipe 'manipulatif'. Saya pribadi adalah orang yang mungkin cukup mudah 'dimanipulasi', haha. Kalau kata mas suami, saya orangnya terlalu positive thinking sehingga kurang waspada. Apalagi saya orangnya 'ga enakan', yang menyebabkan susah sekali saya untuk bilang 'tidak'. Nah, orang-orang macam saya ini harus berhati-hati dengan orang yang 'manipulatif'.

Setelah googling, terdamparlah saya membaca artikel ini . Berbagai tanda manipulasi yang bisa kita lihat dari seseorang adalah:
  • orang tersebut akan membuat kita merasa lemah dan bingung, serta membanding-bandingkan kita dengan orang lain untuk membuat kita merasa tidak baik
  • orang tersebut tidak memberikan waktu yang cukup bagi kita untuk mengambil suatu keputusan (melalui tekanan yang diberikan)
  • tidak ada penyelesaian masalah sehingga masalah menjadi berlarut-larut
  • terkait dengan poin 1, orang tersebut akan membuat kita kehilangan kepercayaan diri
  • orang tersebut akan membuat kita selalu berada di luar zona nyaman
  • orang tersebut akan meminta banyak hal-hal kecil pada kita, dan ketika kita tidak dapat memenuhi hal-hal tersebut, mereka akan merasa menang
  • jika terdapat masalah, orang tersebut akan mendiamkan kita (silent treatment) yang bertujuan untuk membuat kita mengalah
Hal yang pasti setelah kita terjebak dalam lingkarang manipulasi adalah 'drama' berkepanjangan dan kelelahan secara mental. Manipulasi ini bisa terjadi di mana-mana dan tentunya yang sangat menguras mental adalah jika terjadi tempat kerja dan keluarga. Tarik nafas, lihatlah dari 'jauh' apa yang sedang terjadi. Untuk saya pribadi, saya mencoba cari sudut pandang lain dan konfirmasi dari orang-orang lain yang pernah berhubungan dengan sang manipulator. Adakah yang punya tips atau pandangan lain?

Menyimpan sampah

on Jumat, 30 September 2016
Sejak dulu, saya bukanlah cewek yang rapi-rapi amat, bahkan cenderung clumsy haha.. Karena nge-kos waktu kuliah master ini, saya jadi suka beli barang macem-macem. Koleksi pertama adalah peralatan masak dan makan: wajan dan teflon berbagai ukuran, piring dan bowl lucu-lucu, peralatan bikin kue (yang sampai sekarang masih sekedar imajinasi), dll. Koleksi kedua adalah baju, celana, scarf dkk yang menarik mata untuk dibeli saat sale atau di toko murah meriah. Koleksi ketiga adalah benda-benda lucu yang saya optimis suatu saat akan digunakan: kertas origami, bungkus kado lucu, peralatan DIY yang impulsif dibeli, dll. Keberadaan daiso si toko 100 yen memfasilitasi pembelian-pembelian impulsif ini. Koleksi keempat adalah buku-buku. Dulu di jogja, saya berjuang nabung untuk beli buku yang bisa dibaca tuntas dalam sehari. Sekarang, saya beli buku dan saya berjuang untuk membaca tuntas buku-buku itu T_T. Oya, dengan keberadaan koleksi-koleksi itu, kamar kos saya yang ukurannya sekitar 9m persegi (termasuk dapur mini dan toilet) terasa sangat penuh.

Nah, menikahlah saya dengan mas suami yang amat sangat rapi dibandingkan dengan saya, dan dia menjunjung tinggi prinsip 'less is better'. Tiap kali pulang ke jogja, dia punya rutinitas 'ngerongsokin' barang-barang yang ada di kamar untuk mengurangi barang. Saya suka geregetan liat betapa minimalisnya baju atau alat-alat yg dipunyai dia, dan si mas pun geregetan liat saya punya barang segambreng yang digunakan entah kapan. Kami memang komplemen, saya optimis dan dia realistis. Saya optimis ketika saya beli barang, suatu saat barang itu pasti akan kepake. Sedangkan si mas realistis, beli barang dikit aja kalo perlu. Dan makin kesini, saya jadi sadar harusnya saya emang ga boleh terlalu optimis ketika beli barang..

Kapan terakhir kali saya belajar bikin origami? Kapan terakhir kali saya bikin kue? Kapan terakhir kali saya pake baju yang itu?

Tanpa saya sadari, saya menyimpan 'sampah'. Hal-hal yang engga rutin saya gunakan. Hal-hal yang engga terlalu saya sukai. Kemarin saya bantu-bantu teman packing untuk persiapan pulang ke Indonesia. Barang yang dimiliki banyak sekali sampai benar-benar kewalahan untuk packing. Total kami packing hingga 6 koper/tas besar dan ada 4 koper yang perlu dibawa ke Indonesia. Karena bagasi tidak mencukupi, dua koper dititipkan dulu di sini dan akan diambil kapan-kapan. Saya jadi ngeliat ke diri sendiri, sebegitu pentingkah punya barang banyak? Apalagi di perantauan, di mana kita memiliki mobilitas tinggi dan kapasitas yang terbatas. Sedang kesambet dengan hal-hal tentang hidup minimalis, saya pun membeli bukunya Marie Kondo yang judulnya 'the life-changing magic of tidying up'. Di bagian awal buku ini, kita diminta untuk berpikir dan merefleksikan, hidup seperti apa yang kita inginkan dan barang-barang apa saja yang bermanfaat dan memberi kebahagiaan bagi kita. Kerapian berawal dari pemilahan barang yang berguna atau tidak berguna. Jadi, masih mau menyimpan barang atau sampah?

Teori udah dapet, motivasi udah dapet, saatnya untuk memulai hidup lebih minimalis yon..

Belajar apa hari ini? [3] : Tsuyu (梅雨)

on Rabu, 25 Mei 2016
Malam ini saya pulang ke dormi bareng dengan Megumi, senpai tersayang saya di lab. Dia ini orangnya pendiam (kalau di lab), tapi kalau udah menjelaskan sesuatu tentang jejepangan kepada saya, wuih selalu bersemangat sekali! Saya selalu dapat pengetahuan baru tiap kali ngobrol panjang dengannya, sayang yang pengetahuan dulu-dulu udah banyak yang menguap karena saya males nulis. Kali ini, kami membahas tentang 'tsuyu (梅雨)'. Makhluk apakah itu?

Jepang adalah negara sub-tropis. Oleh karena itu, ada 4 musim yang menyebabkan pemandangan berganti dengan cantik setiap 3 bulan. Sekarang akhir Mei, saatnya mulai memasuki musim panas. Ternyata selain 4 musim utama (musim panas, gugur, dingin, semi), orang Jepang memiliki kategori-kategori musim yang lain. Total ada 24 kategori, yang berarti ada 2 'musim' setiap bulan! Duh, karakter orang jepang dalam memperhatikan hal-hal yang detail memang luar biasa sekali.. Ke 24 musim tersebut bsia dilihat di sini. Saat ini (akhir Mei), Jepang memasuki musim Shoman di mana tanaman-tanaman mulai berbuah. Selain musim Shoman, hujan yang lembab juga sudah mulai turun di Jepang. Nah musim hujan inilah yang disebut 'tsuyu (梅雨)'. Kanji 'tsu' (梅) berarti ume/buah plum, sementara kanji 'yu' (雨' berarti hujan; jika dihubungkan berarti 'hujan ume'. Musim hujan, dan mulai musim panennya buah plum. Di Indonesia jangan-jangan ada musim-musim yang namanya spesifik seperti ini juga ya? Saya aja yang engga perhatian T_T

source

Belajar apa hari ini? [2] : Buku

on Selasa, 24 Mei 2016

Malam ini, saya menemukan foto ini saat scrolling fb. Perihal penutupan sebuah toko buku yang diperbincangkan oleh beberapa orang. Berbagai spekulasi dilontarkan orang, mulai dari monopoli percetakan dan perdagangan buku fisik oleh salah satu penerbit ternama, era digitalisasi yang menyebabkan masyarakat lebih suka membaca di layar smartphone daripada buku fisik, hingga minat baca masyarakat yang cenderung menurun. Banyak pihak menyayangkan hal-hal tersebut.

Melihat hal tersebut, saya mengingat-ingat, kapan terakhir kali saya 'membaca buku'? Hmm.. sekitar dua minggu yang lalu. Dalam setiap kesempatan menuliskan biodata, saya selalu menulis 'membaca' sebagai hobi. Tidak salah sih, toh saya 'membaca' setiap hari. Membaca chat, membaca socmed, membaca paper (pencitraan :p), dan kadang saja membaca buku. Berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, bahkan saat saya masih kecil di mana saya benar-benar keranjingan membaca buku; saat ini, menghabiskan sebuah buku terasa memerlukan effort yang lebih. Kalau untuk saya, ada dua hal yang menyebabkan penurunan minat baca: era digital dan pemilihan tema buku. Era digitalisasi terkadang membuat saya merasa 'overload' infomasi, sehingga tenaga habis dan malas membaca buku fisik. Interaksi dengan orang-orang tersayang melalui socmed turut mempengaruhi seringnya saya memegang smartphone, dan tergoda untuk membaca hal-hal yang mungkin tidak penting dan perlu untuk dibaca :p. Alasan penurunan minat baca yang kedua adalah pilih-pilih tema. Rasanya sekarang waktu terasa 'eman-eman' untuk membaca novel tentang percintaan atau hal-hal yang terlalu menye-menye. Padahal, dulu sepertinya saya tidak pernah terlalu pilih-pilih tema, hehe.

Ah, sepertinya nanti kalau pulang ke Jogja, perlu membeli buku-buku, untuk meningkatkan perekonomian buku Indonesia! Hahahaha :)))))

Belajar apa hari ini? [1]: Mati

on Senin, 23 Mei 2016
Malam ini akhirnya saya menamatkan drama Jepang berjudul "Shirai Kyoto". Drama ini bertemakan dunia kedokteran dan mengungkap intrik maupun perjuangan yang dilakukan oleh para dokter untuk profesi mereka. Drama ini cukup menguras hati dan menggemaskan bagi saya ketika melihat lika-liku profesi medis (yang juga mungkin terjadi di profesi lainnya). Namun, di episode terakhir saya tidak bisa berhenti menangis. Pelajaran apa yang saya dapat dari ending drama ini?

"Kematian yang sesungguhnya adalah ke-tidakbermanfaat-an kita bagi semesta. Sejauh dirimu bermanfaat, hidupmu adalah abadi bagi semesta."

What I Wish I knew When I Was 20 - Tina Seelig

on Minggu, 08 Mei 2016



Banyak quotes, buku, atau orang yang mengatakan: ambil risiko! Buku ini salah satunya. Prof. Tina Seelig adalah seorang Ph.D neurologist yang saat ini mengajarkan tentang enterpreneurship kepada mahasiswa jurusan teknik di Stanford. Bagaimana bisa seorang neurologis berbagi tentang enterpreneurship, kepada mahasiswa teknik pula? Dalam buku ini, Prof. Tina menuliskan pengalaman-pengalaman beliau, maupun cerita orang-orang yang pernah beliau temui, tentang mengambil risiko, menerima kegagalan, berpindah 'jalur', dan beberapa jenis interaksi yang terjadi pada kehidupan.

Saya mendeskripsikan diri sebagai orang yang "lurus". I was (or am?) a not big risk taker. Saya lebih suka segala sesuatu berjalan dengan peta yang telah saya buat sebelumnya. Saya menerima beberapa kegagalan di masa lalu, tapi lebih banyak waktu saya habiskan untuk merancang 'plan hidup' yang cukup detail dan tertarget. Beberapa bulan ini, saya rasanya cukup proscinating untuk menggalaukan beberapa hal yang tidak sesuai dengan rencana awal. Membaca buku ini, memberikan saya pandangan untuk bersikap lebih fleksibel, tidak terpaku pada rencana-rencana yang pernah dibuat (karena sangat mungkin hal itu justru 'membatasi' diri kita), dan terbuka pada kegagalan. Kegagalan mungkin justru mirip dengan obat, pahit tapi jika tahu khasiatnya kelak, kita akan menelannya apapun itu.

Ini beberapa petikan di buku yang menarik bagi saya.



"It is better to know a few things that are really against the rules than to focus on the many think you should do."

"Some look inside themselves for motivation and others wait to be pushed forward by outside forces"

"One of the best ways to move from one field to another is to figure out how your skills can be translated into different settings"

"The key to success is not dodging every bullet but being able to recover quickly"

"When I was in my early twenties, it was surprisingly difficult for me to separate what I wanted for myself and what others wanted for me"

"Most people change course many times before finding the best match for their skills and interests"

"Being to set on your path too early will likely lead you in the wrong decision"

"Planning a career should be like traveling in a foreign country"


Masih ada beberapa lagi, tapi lebih baik jika dirimu membacanya sendiri! Happy reading! :)

Bersyukur

on Minggu, 24 April 2016


"Orang yang tidak puas itu bukan berarti tidak bersyukur. Jika seseorang mudah puas, lalu menjadi malas dan tidak ingin belajar hal yang baru atau menjadi lebih baik lagi, bukankah itu yang namanya tidak bersyukur?"

Ramadhan Praditya Putra, 2016