Aku dan Raka - 3

on Rabu, 30 Mei 2012
9 tahun 3 bulan yang lalu
Namanya Raka Kurnia Wijaya. Aku kenal dia, kalau kau bilang tahu namanya sama dengan kenal. Kelihatannya dia selalu duduk di depan setiap mata kuliah ibu-kecil-suara-menggelegar. Entahlah aku tidak terlalu memperhatikan. Yang aku tahu, dia 2 tahun di atasku. Satu organisasi tapi hanya tahu nama. Kelihatannya seperti sosok pendiam yang mengerikan.
“Halo ini Raka, aku dapat nomormu dari Sinta. Mau pinjem materi ibu-kecil-suara-menggelegar boleh? Besok aku ambil ya? Thx.”
Sms tanpa tedeng aling-aling yang aneh. Siapa dia nyuruh-nyuruh? Lewat sms pula.

Raka, itu nama favoritku dari dulu (tanpa aku kenal dia). Kalau aku punya anak, namanya pasti Raka.

9 tahun yang lalu
Raka lulus. Alhamdulillah yah, pencapaian yang luar biasa mengingat perfeksionisnya dia. Aku bahkan sempat curiga aku akan lebih dulu lulus daripada dia. Dan kami membuat taruhan, seminggu traktir soto banjar jika dia ikut wisuda 2 bulan lagi. Hasilnya? Aku harus puasa karena mentraktir dia seminggu penuh, kadang 2 mangkok sekali makan. Yang lulus siapa, kenapa aku yang mentraktir? Curang.
Berita baik lainnya, aku jadi pendamping wisuda Raka loh :), baca pelan-pelan : p-e-n-d-a-m-p-i-n-g w-i-s-u-d-a

4 tahun 3 bulan yang lalu
“Ini si kecilnya bu, sudah terbentuk tangan dan kakinya, lihat itu yang gerak-gerak? Itu tangannya.”
“Oh gitu ya dok? Oh iya lucu ya hehehe,” Aku ketawa garing, mana tangan mana kaki? Gelap semua hanya sedikit semburat putih di tengah bergerak-gerak.
“Itu tangannya ya dok? Yang di pinggir kecil geser-geser itu? Iiiiiih lucunyaaaaaaaaaa,” Raka histeris, memegang tanganku terlalu kuat sampai aku mengaduh.
“Itu tali pusat pak, tangannya yang di tengah itu.”
“Oh, hehe maaf,” Aku mencubit Raka.

5 bulan lagi akan ada tangisan di rumah kami. How can a life be more complete?

Aku dan Raka – 2

on Selasa, 29 Mei 2012
8 tahun dan 2 bulan yang lalu
Matahari terik. Kami duduk di pojok, warung soto banjar favorit kami di bilangan Kotabaru. Dua mangkok soto menunggu dihabiskan sementara semakin banyak orang yang antri untuk menikmati semangkok soto itu. Kami tak peduli dan tetap menikmati soto kami senyaman mungkin. tak ingin terburu-buru oleh orang lain.

“Di, kemaren aku dapet email,”

“Hm?” Aku terus meniup kuah sotoku yang masih panas. Kuah panas, udara panas, cocok sudah membuat hidungku dihiasi bintik-bintik keringat.

“Dapet email, tebak apa?”

”Emang apaan?” sok tak acuh aku menanggapi Raka, aku juga dapet banyak email setiap hari, notif fb, twitter, goodreads, macam-macam. So what?

“Email dari Wina, alhamdulillah aku dapet beasiswa yang kemaren kapan itu aku apply. 3 bulan lagi aku dah harus ada di sana.”

“Rakaaaaaaaaaaa!” orang-orang menoleh langsung ke kami. Oke sekarang mereka tahu cowok di sebelahku ini namanya Raka.

“Hm?” Fine sekarang Raka membalasku.

“So you have to go in 3 months? Kamu nanti disana sama siapa? Aku nanti disini sama siapa? Apa aja yang harus kamu persiapin? Perlu dibantuin apa? Mana emailnya deh jangan-jangan aku diboongin ni becandaan aja kamu mau pergi,” aku lupa dengan soto ku dan nyerocos, tak peduli orang ber-sstt di sebelahku. Sekarang mereka tahu Raka mau ke Austria.

“Yes I’ve to go in 3 months. Dan kamu tahu? Aku disana sama kamu, kamu ikut aku kesana. Ayok kita nikah.”

Sendok berdenting jatuh, sebutir keringatku masuk ke mangkok, aku melongo.

Itu hari ‘lamaranku’.

7 tahun yang lalu
Bau pancake tercium, aku terbangun. Sosok itu mendekat.

“Morning Dear, so this is it, pancake ala chef Raka,” pancake atau eyang biasa sebut panekuk berluluran saos coklat terhampar di depanku.
“Well thx a loooot Raaa, sana buruan ngampus, profesor nungguin tuh.”
“Yeah profesor di rumah jangan uring-uringan ya tapi, maen aja ke chinatown beli apa gitu dari Indo, oke dear?” Raka mengambil jaketnya dari gantungan, berjalan ke pintu depan.
”Haha yap, kangen indomie goreng gag? Aku beli ntar ya. Bye dear.”

Jadi, inilah hidupku setahun ini. Menemani Raka menuntut ilmu di negeri orang, negeri impianku juga. Sayang, aku belum bisa mewujudkan mimpiku untuk bisa bersekolah S2 disini. Sejak menikah dengan Raka setahun yang lalu, aku memutuskan cuti dari kuliahku yang telah menginjak semester 6. Sayang memang, 2 semester lagi harusnya aku bisa lulus. Tapi, membiarkan Raka sendirian ke Eropa? Kecantol cewek bule nanti dia nanti. Hehe, aku tahu Raka bukan tipe seperti itu. Tapi aku tidak tahu kenapa hatiku tetap memilih untuk menemani Raka ke Eropa daripada mengikuti logika untuk langsung menyelesaikan kuliah. Pertahanan orang tuaku untuk memaksaku menyelesaikan sekolah tak mempan, sampai akhirnya mereka pun melepasku ke sini dengan setengah hati, mungkin. Jadi, inilah aku, ibu rumah tangga yang menemani suami sekolah, dengan rutinitas harian bersih rumah, nongkrong di chinatown, dan les bahasa Jerman dan Prancis yang bergantian jadwalnya. Di Austria sini, orang sangat jarang berbahasa Inggris, yang menyebabkan aku agak ksulitan berkomunikasi. Beda dengan Raka yang sejak kuliah memang sudah kursus bahasa Jerman.

“Chinatown I’m coming!”

5 tahun yang lalu

Aku sudah bangun dari subuh tadi. Setelah sholat, kembali lagi ke kasur, menikmati udara dingin menusuk kota yang biasanya panas ini. Raka masih tertidur. Aku justru menerawang.

Kami sudah 3 tahun menikah dan kembali di Indonesia. Raka menyelesaikan studinya tepat waktu, tidak membuat profesornya yang galak berkerut dahi gara-gara thesis Raka mundur. Aku tahu Raka selalu bisa diandalkan. Sekarang Raka sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan properti. Seakan dia dengan mudah akan menggenggam dunia di masa depan. Selalu begitu dari dulu. Dan aku?

Aku tidak jadi sarjana. Setahun yang lalu saat kembali, aku kesulitan mencocokkan jadwal kuliah dengan angkatan bawah karena perubahan administrasi yang dilakukan pihak kampus. Aku menyerah pada sistem yang baru, memutuskan tidak melanjutkannya. Berbekal les bahasa Jerman ku di Austria, sekarang aku menjadi tenaga pengajar di pusat studi jerman di kota ini.

Seorang guru dan konsultan properti, life won’t be better than it, right?

Kecuali satu, tangisan rewel di rumah kami.

Aku dan Raka - 1

Aku terkesiap, semerta terbangun. Mimpi itu lagi. Scene itu lagi. Orang-orang itu lagi. Untungnya, tanpa skenario paling akhir yang membuatku selalu terbangun berpeluh setelahnya.

Gontai aku berjalan, menuju ke arah jendela yang sudah kuhapal di luar kepala tempatnya. Kutarik pelan tirai, menikmati setiap berkas sinar mentari yang masuk melalui satu-satunya jendela di kamarku, persis menghadap ke timur. Aku membuka daun jendela, menggeliat menghirup udara pagi yang selalu membekukan di kota ini. Cukuplah udara dingin itu membuka mataku. Rutinitas pagiku yang indah dimulai. Menunggu sarapan datang sambil tiduran di kasur, menatap tembok putih besar di seberang, memeluk guling bau asamku, berusaha mengingat scene-scene mimpiku tadi malam, berharap aku memiliki ingatan fotografis. Tersenyum.

8 tahun yang lalu
Aku 20 tahun, hari ini. Sehari sebelum aku berulang tahun, kadang aku bertanya dalam hati : “Hal apa yang aku dapat besok? Akankah teman-temanku ingat dan memberiku kado? Akankah dia menjadi yang pertama memberikan ucapan selamat? Atau justru yang terakhir? Seperti saat aku ternyata lupa ulang tahun temanku, dan berkelit itu spesial karena aku akan menjadi yang terakhir mengucapkannya” Namun, untuk tahun ke-20-ku, aku bahkan sudah mengetahui kado-ku 2 bulan sebelumnya. Bukan surprise, tapi justru menjadi kado yang aku tunggu dan terindah. Bahkan, tak pernah aku bangun sepagi ini untuk menyambut kado-ku.

“Saya terima nikah dan kawinnya Dian Karunia Puspitasari binti Saifullah dengan mas kawin tersebut, tunai.”
“Sah? Saaah.. Alhamdulillah”

Orang-orang di sekitarku mengucap alhamdulillah bersahut-sahutan. Lelaki itu menandatangani buku nikah, aku memandangnya dengan seksama. Akhirnya tiba giliranku membubuhkan tanda tanganku di buku nikah. Gemetar mencoretkannya. Bahkan ujian-ujianku, termasuk SNMPTN tak pernah membuat tanganku gemetar sehebat ini. Akhirnya jadi juga coretan tanda tangan yang agak sedikit berbeda dengan tanda tanganku biasanya. Ah biarlah, toh ini juga hanya kapan-kapan kubuka.

Kutatap wajah Raka-ku, tertawa penuh kebahagiaan atas keberhasilannya mengucap ijab tadi, setelah dilatih intensif selama seminggu penuh. Ia berlatih keras untuk tidak mengucap ‘Kurnia’ tapi menyebut ‘Karunia’ sebagai nama tengahku. Sms seiap malam berapa kali ia berlatih hari ini. Dan baru saja, ia mengucapkan dengan perfect, dengan suara yang pas menurutku. Yeah, sebut saja aku memang sedang mabuk kepayang, apapun dari Raka selalu terlihat dan terdengar  indah. Hihi.


Kado ke 20-ku adalah pernikahanku.

Fase

on Minggu, 27 Mei 2012

Hari ini saya de javu, melihat kelulusan si tia. How big a will change someone, I see it in my sister, haha.  Dulu saya liatnya si tia males-malesan mulu, gawean tiap hari pulang sekolah mung nge-games The Sims, nek gag Jojo Fashion Show *oh God kapan terakhir kali maen itu~*. Pulang sekolah, ganti baju, makan, maen komputer, mandi sore dan ashar, maen, solat maghrib, maen, tidur. Itulah siklus pelana kuda hidup tia. Now she has changed. Pulang sekolah/GO, makan, tidur siang, mandi, belajar, solat maghrib, belajar, belajar sampai jam 12an, kalo tidur siangnya cukup lama ya sering kuat sampe jam3an, tidur, bangun, ke sekolah lagi *well ini agak lebay tapi kurang lebih 90% kayak gitulah hehe*. Dan itu membuahkan hasil, sekali. I proud of her, goodluck for you dear :)

Itu fase dari hidup si Tia yang bernama perjuangan. 

Well, life is struggle, is it right?

I have passed that phase, a teenager's phase. I have passed junior college student phase. I have passed 20 years.

tahun ini apa yang kamu cari yon?
Deg. Pertanyaan dari sahabat saya membuat saya sedikit tersentil sore ini. Selalu tertegun dengan pertanyaan yang sama.

Setiap hari adalah fase yang baru. Setelah terkumpul selama setahun, baru fase itu begitu terasa, bahwa telah banyak yang berubah. 3 tahun yang lalu, saya dalam fase perjuangan masuk kuliah. 2 tahun yang lalu, saya dalam fase adaptasi. 1 tahun yang lalu, saya dalam fase semangat organisasi dan event. Setengah tahun ini, fase menyadari bahwa mimpi adalah melihat mama tersenyum bangga.
Kayaknya sebentar lagi kita bakal lihat sahabat-sahabat kita dengan kehidupannya dan prioritasnya masing-masing ya yon
Prioritas. Masukkan batu besar ke dalam toplesmu, baru kerikil-kerikil lainnya. Semakin tua, life is 'bout choosing then facing it. Easy to say, as always. Prioritas saya sekarang adalah iri dengan semangat muda adek saya dan menirunya, yeah! ^^9


Bersenang-senanglah
Kar'na hari ini yang 'kan kita rindukan
Di hari nanti sebuah kisah klasik untuk masa depan
Bersenang-senanglah
Kar'na waktu ini yang 'kan kita banggakan di hari tua
- selalu merindingkah menyadari begitu cepat waktu berlalu?


The One Cell

on Kamis, 24 Mei 2012



Am I looking for you? I said to my deepest heart
Setitik di tengah ribuan
Si kecil di tengah kecil yang lain, ciptaanNya

Mencarimu, mungkin seperti mencari setitik sel yang attach di well, ketika aku memberikan dosis tertinggi di seri konsentrasiku
Memfokuskan kita, mungkin seperti saat aku mencari fokus lensa untuk melihat garis haemasitometer, melihat garis mana yang membatasi dengan jelas aku dan kamu, di antara ribuan kemungkinan di sana
Mengambil dan mengamati tindakan, haruslah sehati-hati saat aku memutar mikropipet, bergeser 1 mikro saja, bisa rusaklah semua
Itu sulit bukan?

Ada yang lebih sulit, lagi

Mensterilkan
Mensterilkan hati,
dan tidak terkontaminasi

- teruntuk sel yang tidak akan terkontaminasi dan mengontaminasi ;)


*especially for my beautiful partners : nita, annish, etyk, pengen ngakak waktu nulis ini hahaha

Berjuta Rasanya - Tere Liye

on Minggu, 20 Mei 2012
Berjuta Rasanya

Aku tidak ingin cintanya kembali karena ia merasa berhutang budi padaku
- dalam Kupu-Kupu Monarch

Pertama melihat buku ini, sampulnya seger dan cewek bangeeet. Haha. Setiap cewek keknya bakal tertarik baca ini kalo diliat dari sampulnya. Apalagi penulisnya Tere-Liye. Usut punya usut, ternyata kumpulan cerita yang ada disini adalah cerita yang pernah dipost di blognya.

Yap, ada 15 cerita di dalamnya, tentang cinta cinta dan cinta. Menye-menye? Iya. Gokil? Lumayan. Mengharu bitu? Egag .___. Bikin galau? gag juga .___. Padahal saya ngarep bisa menikmati mellow-mellow an baca buku ini. Haha.

Overall menurut saya biasa aja. Yah 2,5/5 lah. Hanya beberapa cerita yang sangat menarik di buku ini buat saya. Kupu-Kupu Monarch dan Antara Kau dan Aku. Terasa agak teenlit cerita-ceritanya. Tapi berhubung yang nulis Tereliye jadi tetep diabisin deh hehe. Well, don't judge a book by its cover :D

 + Hai zhar, kamu gag makan siang? (oh God aku panik bicara padanya)
- Oh, masih banyak kerjaan, kamu? (dia ngajak aku bicara Tuhaaaaaaaaan)
+ Gag ada temen hehe (kamu bego banget kalo egag peka)
- Oh, si Desi kayaknya mau makan juga tuh (Kata-kata macam apa yang aku ucapkan? Itu kode azhar, sigh)
+ Oh, oke (well, terima kasih untuk ketidakpekaannya)
- Yap (kapan lagi kesempatan ini datang, sigh)
-  Antara Kau dan Aku

Rembulan Tenggelam di Wajahmu - Tere Liye

on Kamis, 17 Mei 2012

Apakah aku tidak memiliki kesempatan untuk memilih saat akan dilahirkan?
Apakah hidup ini adil?
Kenapa langit tega mengambil milikku satu-satunya?
Kenapa aku merasa hampa, padahal aku telah memiliki segalanya?
Kenapa takdir sakit mengungkungku, dan aku tidak langsung mati saja?

Pernah bertanya seperti itu kawan? Saya yakin kamu pernah bertanya, setidaknya salah satu dari pertanyaan itu. Pada benakmu, pada temanmu, pada orangtuamu, pada Allah, bahkan pada rembulan. Berharap akan ada jawaban pasti yang menenangkan hatimu, berharap ada sedikit clue untuk memuaskan pertanyaanmu. Buku ini menjawab pertanyaan itu. Bagi saya, membaca buku ini seperti membuka hati untuk melihat dari sisi-sisi lain.

Bahwa ternyata kehidupan manusia adalah sebab-akibat. Kita ada disini sekarang karena suatu sebab, dan kita akan menjadi sebab bagi orang lain. Tidak hanya bagi keluarga, bahkan hubungan sebab-akibat ini menjadi suatu jaring raksasa di dunia. Yang mengindahkan sebab-akibat tersebut hanyalah kebaikan.

Bahwa adil bukanlah apa yang kamu lihat dan kamu rasakan sekarang. Rahasia keadilan mungkin konspirasi terbesar di alam, yang hanya Allah yang mengetahuinya. Dan manusia hanya sedikit sekali mengetahuinya dengan akal yang diberikan, pantaskah untuk dipertanyakan lagi?

Bahwa kehilangan tidak hanya dirasakan oleh pihak yang ditinggalkan. Pernahkah kita menilik dari sisi yang meninggalkan?

Bahwa kita tidak ada bedanya dengan anak kecil yang iri dengan mainan barunya. Anak kecil yang tidak berhasil menghaluskan hatinya semengkilap cermin, yang hanya akan memantulkan kebaikan-kebaikan di sekelilingnya. 

Penuh dengan kata-kata yang indah :). Walau ceritanya penuh dengan kebetulan-kebetulan, tapi bukankah alam dan semestanya merupakan suatu konspirasi? Kebetulan yang menjadi sebab-akibat kebetulan lain. Mungkin itu juga terjadi di kehidupan kita semua, tetapi akal tak mampu menggapai.

Buku yang kata adek saya 'suram', tapi penuh pesan menohok hehe. Semoga bisa mencerahkan benak-benak muda kita yang penuh dengan pertanyaan, yeiy! ^^9

Bu Murtini : Penjual Mie Ayam Ter-enak Se-Dunia

on Sabtu, 12 Mei 2012

Post ini saya dedikasikan untuk Bu Murtini, pembuat mie ayam terenak sedunia. Saya gag bohong. Kalo saya bohong, saya gag mungkin jadi pelanggannya sampai 9 tahun ini. Hampir separuh dari hidup saya, saya menjadi pelanggan beliau. Luar biasa, saya gag pernah se-setia ini pada orang lain *lebay bet ya, haha*.

Saya berkenalan dengan ibu saat kelas 1 SMP. Dengan gerobaknya di trotoar yang terletak di pembatas jalan, antara stadion kridosono dengan kantor telkom. Sembari menunggu bis jalur 2 yang menjadi transportasi pulang, saya mencicipi semangkuk mie ayamnya. Ibu yang sangat ramah, sejak awal saya berkenalan dengan beliau. Ramah melayani pembeli dan murah senyum. Kelas 1 SMP, hubungan kami masih hanya penjual-pembeli biasa. Interaksi terjadi ketika saya menyebutkan pesanan makanan dan membayar semangkuk mie ayam. Jaman kelas 1 SMP dulu, harganya masih 2500 rupiah saja semangkuk. Ditambah es teh seharga 500, kamu sudah mendapatkan makan siang yang enak dan murah meriah.

Kelas 2 SMP, penjaja makanan di trotoar depan telkom tersebut semua dipindah ke belakang SMP 5. Begitu juga Bu Murtini. Saya justru senang, karena kelas saya memang terletak di bagian belakang sekolah. Jadilah kami, saya dan sekelompok teman-teman yang menamakan diri sebagai The OC, haha, hampir setiap istirahat kedua menghampiri warung tersebut. Yah, kadang diselingi dengan makan siomay telkom lah. Si Ibu hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan kami, ABG yang sedang belajar ber-tata krama. Teriak-teriak untuk memesan 10 porsi mie ayam, dengan berbagai variasi dan topping. Ada yang minta pake balung, ada yang minta gag pake micin, ada yang minta bawang goreng dibanyakin. Favorit saya : mie kering tanpa sawi tanpa balung. Setelah sekian lama, si ibu sudah hafal dengan pesanan saya dan teman-teman. Luar biasa :)

Kelas 3 SMP, saya lebih sering bawa bekal makanan ke sekolah, karena hampir setiap hari pulang mendekati maghrib demi les pelajaran yang diadakan sekolah. Tak masalah, meminjam tempat di warung Ibu untuk memakan bekal kami, toh teman kami ada yang tetap beli mie ayam. Meminjam tempat untuk bergosip, meminjam tempat untuk belajar, ya walau perbandingannya adalah 1:9. 9 kali lebih banyak kami meminjam tempat untuk bergosip. Bahkan untuk makan bersama dengan 'cinta-cinta monyet' kami. Haha, ketawa deh kalo diinget-inget :D. Bu Murtini sampai hafal, ini dengan siapa, itu dengan siapa, luar biasa lagi :)

Kelas 1 SMA, warung bu Murtini seakan menjadi wadah reuni bagi teman-teman SMP. Setiap jumat siang, kami datang memamerkan seragam kheki kami, berpadu dengan seragam teman-teman dari SMA lain. Dengan pesanan yang sama ketika SMP. Si ibu tersenyum, melihat kami membawa teman-teman baru, yang dengan cepat menjadi pelanggan beliau juga. Berkenalan dengan teman-teman baru, menghafal pesanan mereka lagi. Rutinitas yang mengasyikkan, bahkan kami tunggu, ketika jumat siang di saat para lelaki solat jumat, warung Bu Murtini seolah menjadi tempat ngobrol kami yang paling asyik. Begitu pun ketika naik kelas 2 SMA dan teman-teman kelas 1 terpisah kelasnya, warung Ibu menjadi 'wadah reuni' lagi :)

Kelas 3 SMA, semakin jarang kami kesana. Di'sibuk'kan dengan berbagai kegiatan 'belajar', demi cita-cita jangka pendek kami. Ibu tetap perhatian pada kami : "Pada mau masuk mana ndug?" Ibu melihat kami dan mungkin kadang-kadang mendengarkan mimpi-mimpi kami. Semoga ikut mendoakan juga ya, Bu. Terima kasih :)

Kuliah. Jarak yang semakin jauh antara tempat sekolah dengan warung ibu membuat saya semakin jarang kesana. "Eh, yonika sekarang berubah penampilan toh..tambah bagus kok ndug" Komentar ibu saat melihat saya berjilbab pertama kali. Saya tersenyum. Setelah berkomentar, ibu segera menyiapkan pesanan saya, mie kering tanpa sawi tanpa balung. Oh iya, si Tia *adek saya* sekarang menjadi pelanggan tetap bu Murtini juga loh. Hingga akhirnya si Ibu nyeletuk ke Tia, baru-baru ini : "Eh Tia nanti kalo dah kuliah kayak Yonika, jadi jarang kesini.."

Tia cerita ke saya. Dan saya tersendat, kapan terakhir kali saya ke warung Ibu? Oh tahun lalu. Astaga. Beberapa hari kemudian saya kesana sama si Nita, yang mungkin akan menjadi pelanggan baru warung ibu ;). "Loh yonika, sekarang ganti model jilbab tooh.." Haha, selalu ada yang dikomentari :). Dan saya ketemu sarah karinda, teman SMA. Tuh kan, warung ibu memang selalu menjadi wadah reuni, sengaja atau tidak sengaja ;)

Kadang, kamu tidak sadar berapa lama kamu mengenal orang dan menjaga hubungan baik dengannya. Saya dan Bu Murtini, berteman melalui semangkuk mie ayam dan segelas es teh, 9 tahun sudah. Hanya melalui komentar-komentar kecil atau senyuman. Beliau menyaksikan saya tumbuh sejak kelas 1 SMP. Luar biasa. Kadang, hal seperti ini menenangkan, ketika saya menyadari bahwa ada tempat yang akan selalu saya cari di Jogja, jika suatu saat saya harus meninggalkan Jogja :')

Terima kasih Bu Murtini, saya akan selalu menjadi pelanggan anda :)

Grow Old

on Kamis, 10 Mei 2012
Puteri, sekarang Jakarta gerimis. Cepat sekali berubah. Kayak hati. Semoga pengertian, mau saling mengalah, saling menghargai, saling menjaga, komunikasi yang baik, dan tentu saja ang paling penting pemahaman agama yang baik menyertai rasa sayang. Biar abadi sayangnya. Tidak seperti cuaca.

-   Tere Liye, dalam Rembulan Tenggelam di Wajahmu


I just realize that I just wanna grow old with you.

vertical horizon - the best i've ever had

So you sailed away|Into a grey sky morning|Now I'm here to stay|Love can be so boring |Nothing's quite the same now|But it's not so bad||You're only the best I ever had

another journal


So this is my other blog! \(^.^)/
saya merasa makin lama makin galau berada di blog yang ini, dan saatnya memilah-milah berbagai urusan. Biarlah blog ini menjadi blog galau, dan blog yang satunya menjadi blog coret-coretan. Dan biarlah blog saya gag ada yang bener. Haha.

Happy reading and sharing! Karena berbagi tidak membuatmu miskin! :)
http://yonikalarasatijournal.wordpress.com

semoga keurus, aamiin.
on Rabu, 09 Mei 2012

Seorang peneliti harus tidak memiliki tendensi apa pun terhadap penelitiannya, karena sedikit tendensi saja akan mengarahkannya pada batas antara kebaikan dan keburukan. Biarlah ilmu yang menjawabnya, karena ilmu akan terus berkembang hingga kapan pun.

- Bapak Harisoedin, Reviewer PKMP DIKTI 2012

Awan

on Minggu, 06 Mei 2012



Aku mengawan. Berarakan searah angin. Melayang sejauh langit membentang. 
Aku di atasmu, aku di atasnya, aku dimana-mana. 
Membiarkan helai diriku terpisah. Menuju arah yang lain. Berenang menujumu. 

Sampai kusadari, aku telah menghitam. 
Terbebani muatan di dalamku. 
Awanku yang lain telah pergi, tak bisa kubagi isiku.
 Rinailah air dariku. Pergi beruar, membasahi di bawah sana. 

Aku melihatmu, menatap ke atas, memandang air dariku. Cemberut seolah itu merusak harimu.
Yang kutahu, rinai dariku tak pernah menyakitimu, walau kau anggap itu menyebalkan.

Muhammad : Para Pengeja Hujan

on Jumat, 04 Mei 2012
Muhammad 2: Para Pengeja Hujan


Finally, i've finished this book! ^^9
Setebal 682 halaman, cukup lama saya menghabiskannya pada minggu pertama masuk kuliah ini :p. Buku ini mengisahkan kelanjutan biografi Rasulullah SAW dan cerita perjalanan Kashva, penjaga kuil Persia. Setelah jatuh cinta setengah mati pada buku pertama, saya tak sabar untuk segera melanjutkan kisah mereka.

Sama seperti buku pertama, outline pada buku ini terbagi dua, antara perjalanan hidup Rasulullah dan perjalanan Kashva dari Persia. Berbagai peristiwa semasa hidup Rasulullah, baik yang sudah kita ketahui maupun yang mungkin belum kita ketahui tersaji disini. Seperti bagaimana Rasul memilih seorang panglima untuk memimpin perang-perang, bagaimana situasi para sahabat Rasulullah, termasuk pergolakan yang terjadi sepeninggal beliau. Saya masih takjub dengan cara Tasaro me-narasi-kan kehidupan Rasulullah dan para sahabatnya. Detail, dinamis, kuat. Siapa sangka Abu Bakar yang sangat lembut hatinya mamu bersikap begitu tegas ketika hampir semua orang menentangnya? Siapa sangka Umar yang keras menangis ketika melihat Abu Bakar dalam sakitnya? Belajar tarikh lagi :)

Sayangnya, bagian kisah tentang perjalanan Kashva tidak sesuai harapan saya rasanya. Padahal di buku pertama, Kashva begitu menarik perhatian saya dengan kejeniusan dan tekadnya. Memang sih di buku kedua ini, diceritakan Kashva tidak tahu hendak kemana tujuannya setelah terusir dari Persia dan justru membawa bahaya bagi orang-orang yang berasa di dekatnya. Ending bagian Kahva memang tidak terduga, tapi menggantung :(. Seandainya saja Kashva sampai di tanah arab, bertemu dengan sahabat Nabi, dan menemukan kebenaran Islam sehingga ia mengimaninya.. It'll be a great ending :p Yah, tapi cerita tinggal cerita.

Banyak banyak banyak penggalan kisah bagus disini. Tentang prosesi lamaran Ali untuk Fathimah. Tentang kemuliaan hari Rasulullah. Tentang kesetiaan sahabat-sahabatnya. Well, have a nice reading! ;)


"Jika kisahmu diulang seribu tahun stlh kpergianmu, maka mrka yg mncintaimu kan merasakn kehilangan yg sama dgn para sahabat yg menyaksikn hari terakhirmu, wahai, Lelaki Yg Cintany Tak Pernah Berakhir. Mereka mmbaca kisahmu, ikut trsenyum brsamamu, brsedih karena pnderitaanmu, mmbuncah bangga oleh keberhasilanmu, dan berair mata ktk mndengar berita kepergianmu. Seolah engkau kemaren ada di sisi, dan esok tiada lagi"
- Tasaro dalam Muhammad : Sang Pengeja Hujan

Two Cup of Tea

on Selasa, 01 Mei 2012

An advertisement said : "talk with a cup of tea and you will find solution"

I do really love tea. Milk tea, green tea, black tea, ice tea, hot tea, lemon tea. You know, I'm a 'lil bit reduced consuming tea when I knew that tea can inhibit the absorption of nutrition in your GI tract. But still, tea is the best partner with every food. And now I and my friends talks 'bout green tea as anti asthma :)

Tea and every benefit of it. So will you accompany me, enjoying two cup of tea, seeing the green area out there, branch?



Cause you don’t even have to try
You’re already my number one
I don’t need the mellow tunes
And all the lines you’ve wasted over me

- Adithia Sofyan, Number One

Dreaming of listening this  song wth a cup of tea with you.