Aku dan Raka – 2

on Selasa, 29 Mei 2012
8 tahun dan 2 bulan yang lalu
Matahari terik. Kami duduk di pojok, warung soto banjar favorit kami di bilangan Kotabaru. Dua mangkok soto menunggu dihabiskan sementara semakin banyak orang yang antri untuk menikmati semangkok soto itu. Kami tak peduli dan tetap menikmati soto kami senyaman mungkin. tak ingin terburu-buru oleh orang lain.

“Di, kemaren aku dapet email,”

“Hm?” Aku terus meniup kuah sotoku yang masih panas. Kuah panas, udara panas, cocok sudah membuat hidungku dihiasi bintik-bintik keringat.

“Dapet email, tebak apa?”

”Emang apaan?” sok tak acuh aku menanggapi Raka, aku juga dapet banyak email setiap hari, notif fb, twitter, goodreads, macam-macam. So what?

“Email dari Wina, alhamdulillah aku dapet beasiswa yang kemaren kapan itu aku apply. 3 bulan lagi aku dah harus ada di sana.”

“Rakaaaaaaaaaaa!” orang-orang menoleh langsung ke kami. Oke sekarang mereka tahu cowok di sebelahku ini namanya Raka.

“Hm?” Fine sekarang Raka membalasku.

“So you have to go in 3 months? Kamu nanti disana sama siapa? Aku nanti disini sama siapa? Apa aja yang harus kamu persiapin? Perlu dibantuin apa? Mana emailnya deh jangan-jangan aku diboongin ni becandaan aja kamu mau pergi,” aku lupa dengan soto ku dan nyerocos, tak peduli orang ber-sstt di sebelahku. Sekarang mereka tahu Raka mau ke Austria.

“Yes I’ve to go in 3 months. Dan kamu tahu? Aku disana sama kamu, kamu ikut aku kesana. Ayok kita nikah.”

Sendok berdenting jatuh, sebutir keringatku masuk ke mangkok, aku melongo.

Itu hari ‘lamaranku’.

7 tahun yang lalu
Bau pancake tercium, aku terbangun. Sosok itu mendekat.

“Morning Dear, so this is it, pancake ala chef Raka,” pancake atau eyang biasa sebut panekuk berluluran saos coklat terhampar di depanku.
“Well thx a loooot Raaa, sana buruan ngampus, profesor nungguin tuh.”
“Yeah profesor di rumah jangan uring-uringan ya tapi, maen aja ke chinatown beli apa gitu dari Indo, oke dear?” Raka mengambil jaketnya dari gantungan, berjalan ke pintu depan.
”Haha yap, kangen indomie goreng gag? Aku beli ntar ya. Bye dear.”

Jadi, inilah hidupku setahun ini. Menemani Raka menuntut ilmu di negeri orang, negeri impianku juga. Sayang, aku belum bisa mewujudkan mimpiku untuk bisa bersekolah S2 disini. Sejak menikah dengan Raka setahun yang lalu, aku memutuskan cuti dari kuliahku yang telah menginjak semester 6. Sayang memang, 2 semester lagi harusnya aku bisa lulus. Tapi, membiarkan Raka sendirian ke Eropa? Kecantol cewek bule nanti dia nanti. Hehe, aku tahu Raka bukan tipe seperti itu. Tapi aku tidak tahu kenapa hatiku tetap memilih untuk menemani Raka ke Eropa daripada mengikuti logika untuk langsung menyelesaikan kuliah. Pertahanan orang tuaku untuk memaksaku menyelesaikan sekolah tak mempan, sampai akhirnya mereka pun melepasku ke sini dengan setengah hati, mungkin. Jadi, inilah aku, ibu rumah tangga yang menemani suami sekolah, dengan rutinitas harian bersih rumah, nongkrong di chinatown, dan les bahasa Jerman dan Prancis yang bergantian jadwalnya. Di Austria sini, orang sangat jarang berbahasa Inggris, yang menyebabkan aku agak ksulitan berkomunikasi. Beda dengan Raka yang sejak kuliah memang sudah kursus bahasa Jerman.

“Chinatown I’m coming!”

5 tahun yang lalu

Aku sudah bangun dari subuh tadi. Setelah sholat, kembali lagi ke kasur, menikmati udara dingin menusuk kota yang biasanya panas ini. Raka masih tertidur. Aku justru menerawang.

Kami sudah 3 tahun menikah dan kembali di Indonesia. Raka menyelesaikan studinya tepat waktu, tidak membuat profesornya yang galak berkerut dahi gara-gara thesis Raka mundur. Aku tahu Raka selalu bisa diandalkan. Sekarang Raka sudah bekerja di sebuah perusahaan konsultan properti. Seakan dia dengan mudah akan menggenggam dunia di masa depan. Selalu begitu dari dulu. Dan aku?

Aku tidak jadi sarjana. Setahun yang lalu saat kembali, aku kesulitan mencocokkan jadwal kuliah dengan angkatan bawah karena perubahan administrasi yang dilakukan pihak kampus. Aku menyerah pada sistem yang baru, memutuskan tidak melanjutkannya. Berbekal les bahasa Jerman ku di Austria, sekarang aku menjadi tenaga pengajar di pusat studi jerman di kota ini.

Seorang guru dan konsultan properti, life won’t be better than it, right?

Kecuali satu, tangisan rewel di rumah kami.

0 comment:

Posting Komentar

speak up! ;)