Patah Hati, Gelas, dan Marmer

on Minggu, 27 Februari 2011
Patah hati?  Entah kenapa ketika saya mendengar kata ini, pasti langsung terbayang sepasang kekasih yang karena suatu hal berpisah, yang satu gag terima, atau dua-duanya gag terima, yang satu sakit, atau dua-duanya sakit, yang satu nangis, atau dua-duanya nangis bareng *gag usah dibayangin -_____-"*, dan hal-hal lainnya deh yang menyangkut hubungan antara dua manusia yang memadu kasih *sumpah yon, cenatcenut banget bosomu*

Hmm, saya mau curcol gag yaa?*sok mikir-mikir..

Hahaha, apaan deh.  Ya! Saya pernah merasakan patah hati dalam konteks yang seperti itu, gag cuma sekali, beberapa kali kayaknya *sok gag inget,padahal dalam hati cenatcenut haha*. Ketika saya berada dalam suatu hubungan, kemudian berjalan tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya, dan kemudian ada yang harus berakhir, ya, saya patah hati :). Sekuat apa pun saya berusaha terlihat, saya tetap patah hati. Wajar? Kalo ada orang patah hati tapi bisa ketawa bener-bener tulus ikhlas dari dalam hati, sini ketemu saya! Saya bakal kasih duit semilyar deh!*besok kalo udah punya pabrik obat*

Saya dalam proses membaca bukunya si Ajahn Brahm, ini dipinjemin temen saya si muchtar *kamu harus berterima kasih nih tar, aku udah promosiin blogmu :D haha*. Di buku ini ada cerita tentang judulnya 'Biarlah Rasa Sakit Berlalu'. Ajahn Brahm memaparkan bahwa metode terbaik untuk menghilangkan rasa sakit adalah dengan membiarkannya berlalu.
Saya menyambut rasa sakit, mendekapnya, dan mengizinkannya datang
Tapi ternyata datanglah 2 orang muridnya mengeluhkan bahwa metode tersebut tidak bisa menghilangkan rasa sakit mereka. Murid pertama, dalam rasa sakit yang hebat, mencoba untuk membiarkannya berlalu.

"Berlalulah," bujuk mereka dengan lembut dan menanti.
"Berlalulah!" ulang mereka ketika tidak ada perubahan.
"Pergilah sana! Ayo pergilah. Aku bilang, pergilah! PERGILAH!" --> ini ungkapan frustasinya gara-gara si sakit gag pergi-pergi :p

terus ada lagi murid kedua. Dia membuat kesepakatan dengan si rasa sakit.
"Aku akan membiarkanmu selama sepuluh menit, dan setelah itu, hei kamu, rasa sakit, akan pergi. Oke?"

Haha, melihat kedua contoh di atas, gatau kenapa rasanya menggambarkan diri saya ketika ada dalam rasa sakit. Memaksanya untuk pergi dan terlihat kuat, atau membuat kesepakatan sampai kapan saya harus bergalau ria, menikmati sakit itu. Hmm, kadang metode itu memang berhasil untuk saya. Tapi lebih sering tidak :p. Metode di atas bukannya membiarkan rasa sakit berlalu, tapi mencoba untuk membebaskan diri dari rasa sakit.

Ada lagi murid ketiga, dalam rasa sakit yang menakutkan, berkata kepada rasa sakit .
"Sakit, pintu hatiku selalu terbuka untukmu, apa pun yang kamu lakukan. Masuklah."

Murid ketiga bersedia dengan sepenuh hati mengizinkan rasa sakit terus berlanjut selama yang diinginkannya. Mereka memberikan kebebasan kepada rasa sakit. Mereka berhenti mengendalikannya. Itulah yang disebut membiarkan berlalu. Apakah rasa sakit itu masih ada atau tidak, sama saja jadinya. Hanya dengan begitulah, rasa sakit lenyap..

***
Bagus ya ceritanya? :)
Kadang saya sebel kalo liat orang kayaknya tenggelam banget dalam perasaan sakit mereka, seolah dunia berakhir. Tapi terkadang, dengan berdamai dan menerima rasa sakit itulah, kita akan sembuh. Kalo masih tenggelam dalam rasa sakit itu, kayaknya sih masih belum bisa berdamai, masih membiarkan si rasa sakit menguasai, bukan berteman dengan kita *menurut saya yaa*

Balik lagi deh ke patah hati. Saya baru menyadari, saya sering sekali patah hati. Ya, patah hati. Dalam konteks apa? Sebenernya apa sih arti patah hati itu? Cuma sedangkal hubungan antara dua manusia yang memadu kasih kemudian berpisah?*bahasanya cenatcenut lagi, sindrom SM*SH*

Buat saya sih,
Patah hati adalah ketika keadaan tidak berjalan sesuai ekspektasi saya
Ya contoh yang paling umum kayak yang saya sebutin tadi deh, pacaran atau apalah, yang lazim banget dianalogikan dengan keadaan patah hati. Saya berekspektasi bahwa hubungan akan lancar, adem ayem nyantai, blablabla. Ternyata tidak seperti itu. Ya, saya patah hati.

Atau ketika saya merasa berusaha keras membuat proposal PKMP, dan sudah memikirkan langkah untuk melakukannya. Ternyata gag dikasih dana sama DIKTI. Ya, saya patah hati.

Atau ketika saya merasa saya pantes lho jadi ranking 1 *ini waktu SD yaa, dimana yang 3 besar orangnya itu2 aja haha*. Ternyata yang ranking 1 adalah sahabat saya. Ya, saya patah hati.

Atau ketika tindakan orang lain tidak sesuai harapan saya. Ya, saya patah hati.

Atau ketika ada orang yang pengen banget masuk Fakultas Farmasi UGM, tapi memang belum rejekinya mereka. Ya, pasti mereka patah hati.

Dan patah hati-patah hati lain terus mengelilingi kehidupan kita :)

Memang sih porsi rasa sakitnya itu yang beda-beda, tergantung seberapa besar kita berekspektasi. Hal-hal kecil pun sebenarnya menimbulkan patahan di hati kita. Pagi ini ada sedikit retakan, nanti siang eh ternyata ada lagi, dan malamnya malah rasanya bolong. Nah lho? :O



Saya pengen banget percaya, bahwa setiap retakan-retakan di hati saya tidak membuat hati saya makin hancur. Seperti gelas, retakan sedikit, ditambah sedikit retakan lain, hancur. Saya tidak ingin menganggap hati manusia seperti itu. Saya percaya hati manusia kayak marmer. Tau kan marmer? Itu lho batu yang banyak garis-garis kayak retakan gitu. Barang-barang dari marmer bernilai tinggi kan. Dan keindahan si marmer itu terletak di banyaknya guratan-guratannya, membentuk pola yang indah.

Saya percaya setiap guratan, setiap retakan, setiap lubang yang mungkin tercipta di hati saya, tidak akan membuat saya sangat hancur. Tapi setiap guratan itu akan menjadi guratan marmer yang menambah kekuatan dan keindahannya. Dan salah satu cara untuk bisa mengubah si 'retakan' menjadi 'guratan' indah adalah dengan berteman dengan rasa sakit. Toh, setiap hari manusia selalu bertemu dengan rasa sakit itu, dalam berbagai bentuk dan porsi rasa sakitnya..
Kalau takut sakit, tidak perlu berekspektasi. Kalau tidak berekspektasi, kok rasanya gag usah hidup aja -_______-" *ekstrim nih saya,haha*

Selamat menikmati setiap rasa sakit yang datang, menyambutnya sebagai retakan, berteman dengannya, dan melihat retakan tersebut berubah menjadi guratan marmer yang indah :D

10 comment:

muchtar affandi mengatakan...

Hahaha
namaku ada disana
:D
*merasa berjasa

Yonika Arum Larasati mengatakan...

-____________-"

tehrempah mengatakan...

nice analogy. thumbs up

tehrempah mengatakan...

jadi marmermu bentuknya seperti apa?

Yonika Arum Larasati mengatakan...

marmer dengan retakan-retakan kecil yang makin banyak muncul, tapi juga guratan yang makin bisa disyukuri
masih banyak guratan yang akan muncul ke depannya :D
what 'bout u?

tehrempah mengatakan...

hampir sama. Bedanya cuman aku berusaha menambal retakan2 kecil itu sekuat hati, hingga kadang ga sadar kalo retakan itu perlu untuk disyukuri :))

Yonika Arum Larasati mengatakan...

selamat mengukir guratan2 :)

tehrempah mengatakan...

you too. Lagian guratan2 itu diciptakan pasti ada maksud dariNya kan? HIS grand scenario is beyond our mind.

Shadela Juniska mengatakan...

Keren. Itu bener banget. Oh iya, Visit back yah > http://www.juniska.blogspot.com/ :)

Yonika Arum Larasati mengatakan...

halo delaa.. makasi banyak dah mampir ya hehe :) sip2 ntar jalan2 ke blog delaa juga :D

Posting Komentar

speak up! ;)